Selasa, 02 Agustus 2016

EUTHANASIA

EUTHANASIA



PAPER
Di Susun Guna Memenuhi Tugas Ujian Akhir Semester VI
Mata Kuliah Masail Fiqh Dosen Pengampu Yusuf Fatoni M.Ag.


Nama :
Muchammad Abdush Shomad 113008



JURUSAN TARBIYAH
PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM PATI
2016


A.   Pendahuluan
Pada kesempatan kali ini Saya akan membahas sedikit masalah medis secara Islami yaitu Euthanasia, tahukah anda apa itu Euthanasia, saya rasa anda sedikit saja sudah tahu, karena banyak sekali praktek yang telah dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Yang menjadi pertanyaannya adalah apakah Islam memperbolehkan Euthanasia? Kalau boleh, Euthanasia yang bagaimana? Baiklah untuk menghemat waktu mari kita selidiki apa itu Euthanasia, jenis-jenisnya dan tentunya bagaimana hukum Euthanasia menurut Islam.


B.   Pembahasan
Pengertian Euthanasia
Istilah euthanasia berasal dari bahasa Yunani, yaitu eu dan thanatos. Kata eu berarti baik, dan thanatos berarti mati. Maksudnya adalah mengakhiri hidup dengan cara yang mudah tanpa rasa sakit. Oleh karena itu euthanasia sering disebut juga dengan mercy killing, a good death, atau enjoy death (mati dengan tenang).[1]
Jadi euthanasia berarti mempermudah kematian (hak untuk mati). Hak untuk mati ini secara diam-diam telah dilakukan yang tak kunjung habis diperdebatkan. Bagi yang setuju menganggap euthanasia merupakan pilihan yang sangat manusiawi, sementara yang tidak setuju menganggapnya sangat bertentangan dengan nilai-nilai moral, etika dan agama.
Euthanasia atau hak mati bagi pasien sudah ratusan tahun dipertanyakan. Sejumlah pakar dari berbagai disiplin ilmu telah mencoba membahas euthanasia dari berbagai sudut pandang, namun demikian pandangan medis, etika, agama, sosial dan yuridis masih mengundang berbagai ketidakpuasan, sulit dijawab secara tepat dan objektif.
Secara etimologis euthanasia berarti kematian dengan baik tanpa penderitaan, maka dari itu dalam mengadakan euthanasia arti sebenarnya bukan untuk menyebabkan kematian, namun untuk mengurangi atau meringankan penderitaan orang yang sedang menghadapi kematiannya. Dalam arti yang demikian itu euthanasia tidaklah bertentangan dengan panggilan manusia untuk mempertahankan dan memperkembangkan hidupnya, sehingga tidak menjadi persoalan dari segi kesusilaan. Artinya dari segi kesusilaan dapat dipertanggungjawabkan bila orang yang bersangkutan menghendakinya.[2]
Akan tetapi dalam perkembangan istilah selanjutnya, euthanasia lebih menunjukkan perbuatan yang membunuh karena belas kasihan, maka menurut pengertian umum sekarang ini, euthanasia dapat diterangkan sebagai pembunuhan yang sistematis karena kehidupannya merupakan suatu kesengsaraan dan penderitaan. Inilah konsep dasar dari euthanasia yang kini maknanya berkembang menjadi kematian atas dasar pilihan rasional seseorang, sehingga banyak masalah yang ditimbulkan dari euthanasia ini. Masalah tersebut semakin kompleks karena definisi dari kematian itu sendiri telah menjadi kabur.
Agar persoalan euthanasia ini dapat dibahas dengan sewajarnya sebaiknya arti kata-katanya diuraikan dengan lebih seksama lagi. Secara etimologis di zaman kuno berarti kematian tenang tanpa penderitaan yang hebat. Dewasa ini orang tidak lagi memakai arti asli, melainkan lebih terarah pada campur tangan ilmu kedokteran yang meringankan orang sakit atau orang yang berada pada sakarotul maut, bahkan kadang-kadang disertai bahaya mengakhiri kehidupan sebelum waktunya. Akhirnya kata ini dipakai dalam arti yang lebih sempit sehingga makna dan artinya adalah mematikan karena belas kasihan.[3]
Pengertian Euthanasia. Sejak abad ke-19, terminologi euthanasia dipakai untuk menyatakan penghindaran rasa sakit dan peringanan pada umumnya bagi yang sedang menghadapi kematian dengan pertolongan dokter. Pemakaian terminologi euthanasia ini mencakup tiga kategori, yaitu:[4]
1.      Pemakaian secara sempit
Secara sempit euthanasia dipakai untuk tindakan menghindari rasa sakit dari penderitaan dalam menghadapi kematian.
2.      Pemakaian secara luas
Secara luas, terminologi euthanasia dipakai untuk perawatan yang menghindarkan rasa sakit dalam penderitaan dengan resiko efek hidup diperpendek.
3.      Pemakaian paling luas
Dalam pemakaian yang paling luas ini, euthanasia berarti memendekkan hidup yang tidak lagi dianggap sebagai side effect, melainkan sebagai tindakan untuk menghilangkan penderitaan pasien.
Beberapa ahli membedakan ketiga cara tersebut, tetapi pada hemat penulis apapun istilahnya ketiga cara tersebut adalah tindakan euthanasia.
Beberapa pengertian tentang terminologi euthanasia:[5]
1.      Menurut hasil seminar aborsi dan euthanasia ditinjau dari segi medis, hukum dan psikologi, euthanasia diartikan:
a.       Dengan sengaja melakukan sesuatu untuk mengakhiri hidup seorang pasien.
b.      Dengan sengaja tidak melakukan sesuatu (palaten) untuk memperpanjang hidup pasien
c.       Dilakukan khusus untuk kepentingan pasien itu sendiri atas permintaan atau tanpa permintaan pasien.
2.      Menurut kode etik kedokteran indonesia, kata euthanasia dipergunakan dalam tiga arti:[6]
a.       Berpindahnya ke alam baka dengan tenang dan aman tanpa penderitaan, untuk yang beriman dengan nama Allah dibibir.
b.      Ketika hidup berakhir, diringankan penderitaan sisakit dengan memberinya obat penenang.
c.       Mengakhiri penderitaan dan hidup seorang sakit dengan sengaja atas permintaan pasien sendiri dan keluarganya.
Dari beberapa kategori tersebut, dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur euthanasia adalah sebagai berikut:
1.      Berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu
2.      Mengakhiri hidup, mempercepat kematian, atau tidak memperpanjang hidup pasien.
3.      Pasien menderita suatu penyakit yang sulit untuk disembuhkan kembali
4.      Atas atau tanpa permintaan pasien atau keluarganya.
5.       Demi kepentingan pasien dan keluarganya.
Jenis-jenis Euthanasia
Euthanasia bisa ditinjau dari berbagai sudut, seperti cara pelaksanaanya, dari mana datang permintaan, sadar tidaknya pasien dan lain-lain.
Secara garis besar euthanasia dikelompokan dalam dua kelompok, yaitu euthanasia aktif dan euthanasia pasif
Di bawah ini dikemukakan beberapa jenis euthanasia:
1.      Euthanasia aktif
Euthanasia aktif adalah perbuatan yang dilakukan secara aktif oleh dokter untuk mengakhiri hidup seorang (pasien) yang dilakukan secara medis. Biasanya dilakukan dengan penggunaan obat-obatan yang bekerja cepat dan mematikan.
Euthanasia aktif terbagi menjadi dua golongan :[7]
a.       Euthanasia aktif langsung, yaitu cara pengakhiran kehidupan melalui tindakan medis yang diperhitungkan akan langsung mengakhiri hidup pasien. Misalnya dengan memberi tablet sianida atau suntikan zat yang segera mematikan.
b.      Euthanasia aktif tidak langsung, yang menunjukkan bahwa tindakan medis yang dilakukan tidak akan langsung mengakhiri hidup pasien, tetapi diketahui bahwa risiko tindakan tersebut dapat mengakhiri hidup pasien. Misalnya, mencabut oksigen atau alat bantu kehidupan lainnya.
2.      Euthanasia pasif
Euthanasia pasif adalah perbuatan menghentikan atau mencabut segala tindakan atau pengobatan yang perlu untuk mempertahankan hidup manusia, sehingga pasien diperkirakan akan meninggal setelah tindakan pertolongan dihentikan.
3.      Euthanasia volunteer
Euthanasia jenis ini adalah Penghentian tindakan pengobatan atau mempercepat kematian atas permintaan sendiri.
4.      Euthanasia involunter[8]
Euthanasia involunter adalah jenis euthanasia yang dilakukan pada pasien dalam keadaan tidak sadar yang tidak mungkin untuk menyampaikan keinginannya. Dalam hal ini dianggap famili pasien yang bertanggung jawab atas penghentian bantuan pengobatan. Perbuatan ini sulit dibedakan dengan perbuatan kriminal.
Selain kategori empat macam euthanasia di atas, euthanasia juga mempunyai macam yang lain, hal ini diungkapkan oleh beberapa tokoh, diantaranya Frans magnis suseno dan Yezzi seperti dikutip Petrus Yoyo Karyadi, mereka menambahkan macam-macam euthanasia selain euthanasia secara garis besarnya, yaitu:
1.      Euthanasia murni, yaitu usaha untuk memperingan kematian seseorang tanpa memperpendek kehidupannya. Kedalamnya termasuk semua usaha perawatan agar yang bersangkutan dapat mati dengan "baik".
2.      Euthanasia tidak langsung, yaitu usaha untuk memperingan kematian dengan efek samping, bahwa pasien mungkin mati dengan lebih cepat. Di sini ke dalamnya termasuk pemberian segala macam obat narkotik, hipnotik dan analgetika yang mungkin "de fakto" dapat memperpendek kehidupan walaupun hal itu tidak disengaja.[9]
3.      Euthanasia sukarela, yaitu mempercepat kematian atas persetujuan atau permintaan pasien. Adakalanya hal itu tidak harus dibuktikan dengan pernyataan tertulis dari pasien atau bahkan bertentangan dengan pasien.
4.      Euthanasia nonvoluntary, yaitu mempercepat kematian sesuai dengan keinginan pasien yang disampaikan oleh atau melalui pihak ketiga (misalnya keluarga), atau atas keputusan pemerintah.[10]
Euthanasia Dalam Pandangan Islam
Ajaran Islam memberi petunjuk yang pasti tentang kematian. Dalam Islam ditegaskan bahwa semua bentuk kehidupan ciptaan Allah akan mengalami kebinasaan, kecuali Allah sendiri sebagai sang pencipta.
Firman Allah:
“Tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali Allah. Bagi-Nyalah segala penentuan, dan hanya kepada-Nyalah kamu dikembalikan”
Islam mengajarkan bahwa kematian datang tidak seorang pun yang dapat memperlambat atau mempercepatnya. Allah menyatakan bahwa kematian hanya terjadi dengan izin-Nya dan kapan saat kematian itu tiba telah ditentkan waktunya oleh Allah. Dalam Islam kematian adalah sebuah gerbang menuju kehidupan abadi (akhirat) dimana setiap manusia harus mempertanggungjawabkan perbuatannya selama hidup didunia dihadapan Allah SWT.
Kode etik kedokteran Islami yang disahkan oleh Konferensi Internasional Pengobatan Islam yang pertama (The First International Conference of Islamic Medical) menyatakan: bahwa euthanasia aktif sama halnya dengan bunuh diri (tidak dibenarkan) sesuai dengan frman Allah:
“Dan janganlahkamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah maha penyayang kepadamu”
Kesabaran dan ketabahan terhadap rasa sakit dan penderitaan sangat dihargai dan mendapat pahala yang besar dalam Islam. Sabda Rasulullah SAW, “Tidaklah menimpa kepada seseorang muslim suatu musibah, baik kesulitan, sakit,kesedihan, kesusahan maupun penyakit, bahkan dari yang menusuknya, kecuali Allah menghapuskan kesalahan atau dosanya dengan musibah yang dicobakannya itu” (HR. Bukhari Muslim)
Euthanasia Di Indonesia
Saya berpendapat bahwa euthanasia adalah suatu tindakan yang juga menciderai nilai-nilai Hak Asasi Manusia sebagaimana yang tersirat pada amandemen UUD NRI 1945 Pasal 28A.
Dilihat dari sudut pandang hukum positif, euthanasia juga dikualifikasikan dalam Pasal 344 KUHP
“Barang siapa menghilangkan jiwa orang lain atas permintaan orang itu sendiri, yang disebutkannya dengan nyata & sungguh-sungguh dihukum penjara selama-lamanya duabelas tahun.”
Ditinjau dari sudut agama, Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Ma’ruf Amin mengatakan MUI telah lama mengeluarkan fatwa yang mengharamkan dilakukannya tindakan Euthanasia (tindakan mematikan orang untuk meringankan penderitaan sekarat).[11]
Dikaitkan dengan Teori Hukum Alam, hukum itu berlaku secara universal dan bersifat pribadi, Hukum alam dipengaruhi oleh pandangan atau keyakinan bahwa seluruh alam semesta yang ada dimana diciptakan dan diatur oleh Tuhan. dan hukum alam ini berakar pada suatu aturan alam metafisis sebagaimana direncanakan Tuhan YME.[12]
Menyikapi masalah euthanasia, dalam firmannya Allah SWT “Dan barang siapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka balasannya ialah neraka jahanam, kekal ia didalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutuknya serta menyediakan azab yang besar baginya.” (QS An-Nisa’ : 93)
“Janganlah kalian membunuh jiwa yang diharamkan Allah (untuk membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar.” (QS al-An‘am [6]: 151)
Karena itu, apapun alasannya (termasuk faktor kasihan kepada penderita), tindakan euthanasia jelas tidak dapat diterima. Di dunia ini terkhusus di Indonesia yang sangat mengargai  Hak Asasi Manusia tidaklah boleh dari seorangpun untuk mendahului segala sesuatu tanpa kehendak sang kuasa.

C.    Penutup
Suatu nilai kemanusian yang dapat diambil dari peristiwa ini adalah manusia harus kembali pada hukum alam dimana segala sesuatunya hanyalah milik Sang Pencipta Tuhan YME. Sebagai manusia kita hanya mampu berusaha yang terbaik, namun juga tidak melupakan awal dimana hukum ini tercipta. Selain dari hukum Tuhan tersebut juga adanya lex eternal atau norma-norma yang timbul dari dalam diri sendiri.
D.   Daftar Pustaka
Akh. Fauzi Aseri, Euthanasia Suatu Tinjauan dari Segi Kedokteran, Hukum Pidana, dan Hukum Islam, dalam Chuzaimah T. Yanggo dan Hafiz  Anshary AZ, (ed.),  Problematika Hukum Islam Kontemporer, buku ke-4, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2002.
Amri Amir, Bunga Rampai Hukum Kesehatan, Jakarta: Widya Medika,1997.
hidayatullah.com, MUI Haramkan Euthanasia, Saturday, 7 Juni 2016 10:21
J. Chr Purwa Widyana, "Euthanasia" beberapa soal moral berhubungan dengan quintum,  Antropologi Teologis II, 1974.
Kartono Mohamad, Teknologi Kedokteran dan Tantangannya terhadap Bioetika, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1992.
Oemar Seno Adji, Etika profesional dan Hukum Pertanggungjawaban Pidana Dokter, Jakarta: Erlangga.1991.
Petrus Yoyo Karyadi, Euthanasia dalam prespektif hak asasi manusia, cet. ke-1, Yogyakarta: Media Presindo, 2001.
Petrus Yoyo Karyadi, Euthanasia, Jakarta: PT Erlangga, 1998.
Piet Go O. Carm, Euthanasia Beberapa Soal Etis Akhir Hidup Menurut Gereja Katolik, Malang: Analekta Keuskupan Malang, 1989.




[1] Akh. Fauzi Aseri, Euthanasia Suatu Tinjauan dari Segi Kedokteran, Hukum Pidana, dan Hukum Islam, dalam Chuzaimah T. Yanggo dan Hafiz  Anshary AZ, (ed.),  Problematika Hukum Islam Kontemporer, buku ke-4, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2002), hlm. 64.
[2] J. Chr Purwa Widyana, "Euthanasia" beberapa soal moral berhubungan dengan quintum, (Antropologi Teologis II, 1974), hlm.25
[3] Piet Go O. Carm, Euthanasia Beberapa Soal Etis Akhir Hidup Menurut Gereja Katolik, (Malang: Analekta Keuskupan Malang, 1989), hlm. 5-6
[4] Petrus Yoyo Karyadi, Euthanasia dalam prespektif hak asasi manusia, cet. ke-1, (Yogyakarta: Media Presindo, 2001), hlm.26-27.
[5] Ibid., hlm.27.
[6] Oemar Seno Adji, Etika profesional dan Hukum Pertanggungjawaban Pidana Dokter. (Jakarta: Erlangga.1991). hlm.176
[7] Kartono Mohamad, Teknologi Kedokteran dan Tantangannya terhadap Bioetika (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1992), hlm.31.
[8] Amri Amir, Bunga Rampai Hukum Kesehatan (Jakarta: Widya Medika,1997), hlm.66-67.
[9] Petrus Yoyo Karyadi, Euthanasia, hlm.67-68
[10] Ibid., hlm.30.
[11] hidayatullah.com, MUI Haramkan Euthanasia, Saturday, 23 October 2004 04:21 Nasional
[12] Disadur dari berbagai resensi yang mengatakan bahwa teori hukum alam adalah bersumber kepada Tuhan YME





Untuk Makalah-makalah yang lainya, bisa lihat di sini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar