EUTHANASIA
PAPER
Di Susun Guna Memenuhi Tugas Ujian Akhir Semester VI
Mata Kuliah Masail Fiqh Dosen Pengampu Yusuf Fatoni
M.Ag.
Nama :
Muchammad Abdush Shomad 113008
JURUSAN TARBIYAH
PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM PATI
2016
A. Pendahuluan
Pada kesempatan kali ini
Saya akan membahas sedikit masalah medis secara Islami yaitu Euthanasia,
tahukah anda apa itu Euthanasia, saya rasa anda sedikit saja sudah tahu, karena
banyak sekali praktek yang telah dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Yang
menjadi pertanyaannya adalah apakah Islam memperbolehkan Euthanasia? Kalau
boleh, Euthanasia yang bagaimana? Baiklah untuk menghemat waktu mari kita
selidiki apa itu Euthanasia, jenis-jenisnya dan tentunya bagaimana hukum
Euthanasia menurut Islam.
B. Pembahasan
Pengertian
Euthanasia
Istilah euthanasia berasal
dari bahasa Yunani, yaitu eu dan thanatos. Kata eu berarti baik, dan thanatos
berarti mati. Maksudnya adalah mengakhiri hidup dengan cara yang mudah tanpa
rasa sakit. Oleh karena itu euthanasia sering disebut juga dengan mercy
killing, a good death, atau enjoy death (mati dengan tenang).[1]
Jadi euthanasia berarti mempermudah
kematian (hak untuk mati). Hak untuk mati ini secara diam-diam telah dilakukan
yang tak kunjung habis diperdebatkan. Bagi yang setuju menganggap euthanasia
merupakan pilihan yang sangat manusiawi, sementara yang tidak setuju
menganggapnya sangat bertentangan dengan nilai-nilai moral, etika dan agama.
Euthanasia atau hak mati
bagi pasien sudah ratusan tahun dipertanyakan. Sejumlah pakar dari berbagai
disiplin ilmu telah mencoba membahas euthanasia dari berbagai sudut pandang,
namun demikian pandangan medis, etika, agama, sosial dan yuridis masih
mengundang berbagai ketidakpuasan, sulit dijawab secara tepat dan objektif.
Secara etimologis
euthanasia berarti kematian dengan baik tanpa penderitaan, maka dari itu dalam
mengadakan euthanasia arti sebenarnya bukan untuk menyebabkan kematian, namun
untuk mengurangi atau meringankan penderitaan orang yang sedang menghadapi
kematiannya. Dalam arti yang demikian itu euthanasia tidaklah bertentangan
dengan panggilan manusia untuk mempertahankan dan memperkembangkan hidupnya,
sehingga tidak menjadi persoalan dari segi kesusilaan. Artinya dari segi
kesusilaan dapat dipertanggungjawabkan bila orang yang bersangkutan
menghendakinya.[2]
Akan tetapi dalam
perkembangan istilah selanjutnya, euthanasia lebih menunjukkan perbuatan yang
membunuh karena belas kasihan, maka menurut pengertian umum sekarang ini,
euthanasia dapat diterangkan sebagai pembunuhan yang sistematis karena
kehidupannya merupakan suatu kesengsaraan dan penderitaan. Inilah konsep dasar
dari euthanasia yang kini maknanya berkembang menjadi kematian atas dasar
pilihan rasional seseorang, sehingga banyak masalah yang ditimbulkan dari
euthanasia ini. Masalah tersebut semakin kompleks karena definisi dari kematian
itu sendiri telah menjadi kabur.
Agar persoalan euthanasia
ini dapat dibahas dengan sewajarnya sebaiknya arti kata-katanya diuraikan
dengan lebih seksama lagi. Secara etimologis di zaman kuno berarti kematian
tenang tanpa penderitaan yang hebat. Dewasa ini orang tidak lagi memakai arti
asli, melainkan lebih terarah pada campur tangan ilmu kedokteran yang
meringankan orang sakit atau orang yang berada pada sakarotul maut, bahkan
kadang-kadang disertai bahaya mengakhiri kehidupan sebelum waktunya. Akhirnya
kata ini dipakai dalam arti yang lebih sempit sehingga makna dan artinya adalah
mematikan karena belas kasihan.[3]
Pengertian Euthanasia.
Sejak abad ke-19, terminologi euthanasia dipakai untuk menyatakan penghindaran
rasa sakit dan peringanan pada umumnya bagi yang sedang menghadapi kematian
dengan pertolongan dokter. Pemakaian terminologi euthanasia ini mencakup tiga
kategori, yaitu:[4]
1.
Pemakaian secara
sempit
Secara sempit euthanasia dipakai untuk
tindakan menghindari rasa sakit dari penderitaan dalam menghadapi kematian.
2.
Pemakaian secara
luas
Secara luas, terminologi euthanasia dipakai
untuk perawatan yang menghindarkan rasa sakit dalam penderitaan dengan resiko
efek hidup diperpendek.
3.
Pemakaian paling
luas
Dalam pemakaian yang paling luas ini,
euthanasia berarti memendekkan hidup yang tidak lagi dianggap sebagai side
effect, melainkan sebagai tindakan untuk menghilangkan penderitaan pasien.
Beberapa ahli membedakan
ketiga cara tersebut, tetapi pada hemat penulis apapun istilahnya ketiga cara
tersebut adalah tindakan euthanasia.
Beberapa pengertian
tentang terminologi euthanasia:[5]
1.
Menurut hasil
seminar aborsi dan euthanasia ditinjau dari segi medis, hukum dan psikologi,
euthanasia diartikan:
a.
Dengan sengaja
melakukan sesuatu untuk mengakhiri hidup seorang pasien.
b.
Dengan sengaja
tidak melakukan sesuatu (palaten) untuk memperpanjang hidup pasien
c.
Dilakukan khusus
untuk kepentingan pasien itu sendiri atas permintaan atau tanpa permintaan
pasien.
2.
Menurut kode etik
kedokteran indonesia, kata euthanasia dipergunakan dalam tiga arti:[6]
a.
Berpindahnya ke
alam baka dengan tenang dan aman tanpa penderitaan, untuk yang beriman dengan
nama Allah dibibir.
b.
Ketika hidup
berakhir, diringankan penderitaan sisakit dengan memberinya obat penenang.
c.
Mengakhiri
penderitaan dan hidup seorang sakit dengan sengaja atas permintaan pasien sendiri
dan keluarganya.
Dari beberapa kategori
tersebut, dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur euthanasia adalah sebagai
berikut:
1.
Berbuat sesuatu
atau tidak berbuat sesuatu
2.
Mengakhiri hidup,
mempercepat kematian, atau tidak memperpanjang hidup pasien.
3.
Pasien menderita
suatu penyakit yang sulit untuk disembuhkan kembali
4.
Atas atau tanpa
permintaan pasien atau keluarganya.
5.
Demi kepentingan pasien dan keluarganya.
Jenis-jenis
Euthanasia
Euthanasia bisa
ditinjau dari berbagai sudut, seperti cara pelaksanaanya, dari mana datang
permintaan, sadar tidaknya pasien dan lain-lain.
Secara garis besar euthanasia dikelompokan
dalam dua kelompok, yaitu euthanasia aktif dan euthanasia pasif
Di bawah ini dikemukakan beberapa jenis
euthanasia:
1.
Euthanasia aktif
Euthanasia aktif
adalah perbuatan yang dilakukan secara aktif oleh dokter untuk mengakhiri hidup
seorang (pasien) yang dilakukan secara medis. Biasanya dilakukan dengan
penggunaan obat-obatan yang bekerja cepat dan mematikan.
Euthanasia aktif terbagi menjadi dua
golongan :[7]
a.
Euthanasia aktif
langsung, yaitu cara pengakhiran kehidupan melalui tindakan medis yang
diperhitungkan akan langsung mengakhiri hidup pasien. Misalnya dengan memberi
tablet sianida atau suntikan zat yang segera mematikan.
b.
Euthanasia aktif
tidak langsung, yang menunjukkan bahwa tindakan medis yang dilakukan tidak akan
langsung mengakhiri hidup pasien, tetapi diketahui bahwa risiko tindakan
tersebut dapat mengakhiri hidup pasien. Misalnya, mencabut oksigen atau alat
bantu kehidupan lainnya.
2.
Euthanasia pasif
Euthanasia pasif
adalah perbuatan menghentikan atau mencabut segala tindakan atau pengobatan
yang perlu untuk mempertahankan hidup manusia, sehingga pasien diperkirakan
akan meninggal setelah tindakan pertolongan dihentikan.
3.
Euthanasia
volunteer
Euthanasia jenis
ini adalah Penghentian tindakan pengobatan atau mempercepat kematian atas
permintaan sendiri.
4.
Euthanasia
involunter[8]
Euthanasia involunter
adalah jenis euthanasia yang dilakukan pada pasien dalam keadaan tidak sadar
yang tidak mungkin untuk menyampaikan keinginannya. Dalam hal ini dianggap
famili pasien yang bertanggung jawab atas penghentian bantuan pengobatan.
Perbuatan ini sulit dibedakan dengan perbuatan kriminal.
Selain kategori
empat macam euthanasia di atas, euthanasia juga mempunyai macam yang lain, hal
ini diungkapkan oleh beberapa tokoh, diantaranya Frans magnis suseno dan Yezzi
seperti dikutip Petrus Yoyo Karyadi, mereka menambahkan macam-macam euthanasia
selain euthanasia secara garis besarnya, yaitu:
1.
Euthanasia murni,
yaitu usaha untuk memperingan kematian seseorang tanpa memperpendek
kehidupannya. Kedalamnya termasuk semua usaha perawatan agar yang bersangkutan
dapat mati dengan "baik".
2.
Euthanasia tidak
langsung, yaitu usaha untuk memperingan kematian dengan efek samping, bahwa
pasien mungkin mati dengan lebih cepat. Di sini ke dalamnya termasuk pemberian
segala macam obat narkotik, hipnotik dan analgetika yang mungkin "de
fakto" dapat memperpendek kehidupan walaupun hal itu tidak disengaja.[9]
3.
Euthanasia
sukarela, yaitu mempercepat kematian atas persetujuan atau permintaan pasien.
Adakalanya hal itu tidak harus dibuktikan dengan pernyataan tertulis dari
pasien atau bahkan bertentangan dengan pasien.
4.
Euthanasia
nonvoluntary, yaitu mempercepat kematian sesuai dengan keinginan pasien yang disampaikan
oleh atau melalui pihak ketiga (misalnya keluarga), atau atas keputusan
pemerintah.[10]
Euthanasia
Dalam Pandangan Islam
Ajaran Islam
memberi petunjuk yang pasti tentang kematian. Dalam Islam ditegaskan bahwa
semua bentuk kehidupan ciptaan Allah akan mengalami kebinasaan, kecuali Allah
sendiri sebagai sang pencipta.
Firman Allah:
“Tiap-tiap sesuatu
pasti binasa, kecuali Allah. Bagi-Nyalah segala penentuan, dan hanya
kepada-Nyalah kamu dikembalikan”
Islam mengajarkan
bahwa kematian datang tidak seorang pun yang dapat memperlambat atau
mempercepatnya. Allah menyatakan bahwa kematian hanya terjadi dengan izin-Nya
dan kapan saat kematian itu tiba telah ditentkan waktunya oleh Allah. Dalam
Islam kematian adalah sebuah gerbang menuju kehidupan abadi (akhirat) dimana
setiap manusia harus mempertanggungjawabkan perbuatannya selama hidup didunia
dihadapan Allah SWT.
Kode etik
kedokteran Islami yang disahkan oleh Konferensi Internasional Pengobatan Islam
yang pertama (The First International Conference of Islamic Medical)
menyatakan: bahwa euthanasia aktif sama halnya dengan bunuh diri (tidak
dibenarkan) sesuai dengan frman Allah:
“Dan janganlahkamu
membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah maha penyayang kepadamu”
Kesabaran dan
ketabahan terhadap rasa sakit dan penderitaan sangat dihargai dan mendapat
pahala yang besar dalam Islam. Sabda Rasulullah SAW, “Tidaklah menimpa
kepada seseorang muslim suatu musibah, baik kesulitan, sakit,kesedihan,
kesusahan maupun penyakit, bahkan dari yang menusuknya, kecuali Allah menghapuskan
kesalahan atau dosanya dengan musibah yang dicobakannya itu” (HR. Bukhari
Muslim)
Euthanasia
Di Indonesia
Saya berpendapat
bahwa euthanasia adalah suatu tindakan yang juga menciderai
nilai-nilai Hak Asasi Manusia sebagaimana yang tersirat pada amandemen UUD NRI
1945 Pasal 28A.
Dilihat dari sudut
pandang hukum positif, euthanasia juga dikualifikasikan dalam Pasal
344 KUHP
“Barang siapa
menghilangkan jiwa orang lain atas permintaan orang itu sendiri, yang
disebutkannya dengan nyata & sungguh-sungguh dihukum penjara selama-lamanya
duabelas tahun.”
Ditinjau dari sudut
agama, Ketua Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Ma’ruf Amin
mengatakan MUI telah lama mengeluarkan fatwa yang mengharamkan dilakukannya
tindakan Euthanasia (tindakan mematikan orang untuk meringankan penderitaan
sekarat).[11]
Dikaitkan
dengan Teori Hukum Alam, hukum itu berlaku secara universal dan bersifat
pribadi, Hukum alam dipengaruhi oleh pandangan atau keyakinan bahwa seluruh
alam semesta yang ada dimana diciptakan dan diatur oleh Tuhan. dan hukum alam
ini berakar pada suatu aturan alam metafisis sebagaimana direncanakan Tuhan
YME.[12]
Menyikapi
masalah euthanasia, dalam firmannya Allah SWT “Dan barang siapa yang
membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka balasannya ialah neraka jahanam,
kekal ia didalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutuknya serta
menyediakan azab yang besar baginya.” (QS An-Nisa’ : 93)
“Janganlah kalian
membunuh jiwa yang diharamkan Allah (untuk membunuhnya) melainkan dengan
sesuatu (sebab) yang benar.” (QS al-An‘am [6]: 151)
Karena itu, apapun
alasannya (termasuk faktor kasihan kepada penderita), tindakan euthanasia jelas
tidak dapat diterima. Di dunia ini terkhusus di Indonesia yang sangat
mengargai Hak Asasi Manusia tidaklah
boleh dari seorangpun untuk mendahului segala sesuatu tanpa kehendak sang
kuasa.
C. Penutup
Suatu nilai kemanusian yang
dapat diambil dari peristiwa ini adalah manusia harus kembali pada hukum alam
dimana segala sesuatunya hanyalah milik Sang Pencipta Tuhan YME. Sebagai
manusia kita hanya mampu berusaha yang terbaik, namun juga tidak melupakan awal
dimana hukum ini tercipta. Selain dari hukum Tuhan tersebut juga
adanya lex eternal atau norma-norma yang timbul dari dalam diri
sendiri.
D. Daftar Pustaka
Akh. Fauzi Aseri,
Euthanasia Suatu Tinjauan dari Segi Kedokteran, Hukum Pidana, dan Hukum Islam,
dalam Chuzaimah T. Yanggo dan Hafiz Anshary AZ, (ed.), Problematika
Hukum Islam Kontemporer, buku ke-4, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2002.
Amri Amir, Bunga Rampai
Hukum Kesehatan, Jakarta: Widya Medika,1997.
hidayatullah.com, MUI Haramkan
Euthanasia, Saturday, 7 Juni 2016 10:21
J. Chr Purwa Widyana,
"Euthanasia" beberapa soal moral berhubungan dengan quintum, Antropologi Teologis II, 1974.
Kartono Mohamad,
Teknologi Kedokteran dan Tantangannya terhadap Bioetika, Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama, 1992.
Oemar Seno Adji, Etika
profesional dan Hukum Pertanggungjawaban Pidana Dokter, Jakarta: Erlangga.1991.
Petrus Yoyo Karyadi,
Euthanasia dalam prespektif hak asasi manusia, cet. ke-1, Yogyakarta: Media
Presindo, 2001.
Petrus Yoyo Karyadi,
Euthanasia, Jakarta: PT Erlangga, 1998.
Piet Go O. Carm,
Euthanasia Beberapa Soal Etis Akhir Hidup Menurut Gereja Katolik, Malang:
Analekta Keuskupan Malang, 1989.
[1] Akh.
Fauzi Aseri, Euthanasia Suatu Tinjauan dari Segi Kedokteran, Hukum Pidana, dan
Hukum Islam, dalam Chuzaimah T. Yanggo dan Hafiz Anshary AZ, (ed.),
Problematika Hukum Islam Kontemporer, buku ke-4, (Jakarta: Pustaka Firdaus,
2002), hlm. 64.
[2] J.
Chr Purwa Widyana, "Euthanasia" beberapa soal moral berhubungan
dengan quintum, (Antropologi Teologis II, 1974), hlm.25
[3] Piet
Go O. Carm, Euthanasia Beberapa Soal Etis Akhir Hidup Menurut Gereja Katolik,
(Malang: Analekta Keuskupan Malang, 1989), hlm. 5-6
[4] Petrus
Yoyo Karyadi, Euthanasia dalam prespektif hak asasi manusia, cet. ke-1,
(Yogyakarta: Media Presindo, 2001), hlm.26-27.
[5] Ibid.,
hlm.27.
[6] Oemar
Seno Adji, Etika profesional dan Hukum Pertanggungjawaban Pidana Dokter.
(Jakarta: Erlangga.1991). hlm.176
[7] Kartono
Mohamad, Teknologi Kedokteran dan Tantangannya terhadap Bioetika (Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama, 1992), hlm.31.
[8] Amri
Amir, Bunga Rampai Hukum Kesehatan (Jakarta: Widya Medika,1997), hlm.66-67.
[9] Petrus
Yoyo Karyadi, Euthanasia, hlm.67-68
[10] Ibid.,
hlm.30.
[11] hidayatullah.com, MUI Haramkan
Euthanasia, Saturday, 23 October 2004 04:21 Nasional
Tidak ada komentar:
Posting Komentar